permintaan dan penawaran uang dalam sistem moneter islam
Permintaan
dan Penawaran Uang dalam Sistem Moneter Islam
Oleh Kelompok 3
PROLOG
Permintaan uang pada
hakikatnya merupakan teori tentang alokasi sumber-sumber ekonomi yang sifatnya
terbatas. Seseorang yang memegang uang akan dihadapkan pada keuntungan dan
kemungkinan kerugian dari kepemilikan suatu bentuk kekayaan. Keuntungan
seseorang yang memegang uang kas akan mendapatkan tingkat likuiditas yang dapat
dibelanjakan, namun ia akan dihadapkan pada kemungkinan hilangnya peluang untuk
mendapatkan nilai lebih uang (value added
of money) seandainya uang
tersebut di investasikan dalam kegiatan yang produktif. Memegang uang kas juga
akan terkena risiko dari menurunnya nilai riil dari uang karena adanya inflasi.[1]
Penawaran uang adalah jumlah uang yang tersedia dalam suatu perekonomian.
Kebijakan moneter, yaitu kebijakan yang bertujuan untuk mengatur penawaran uang
atau mengatur jumlah uang yang beredar. Jadi penawaran uang merupakan tugas
pemerintah melalui bank sentral (Bank Indonesia). Penawaran uang disini adalah
jumlah uang yang beredar di masyarakat. Perubahan jumlah uang yang beredar
secara garis besar dipengaruhi oleh uang inti dan pelipat uang.
Permintaan
uang yang terjadi di masyarakat merupakan cerminan dari tiga motif. Yaitu motif
untuk tujuan transaksi, berjaga-jaga, dan motif spekulasi. Sedangkan dalam ekonomi
islam, motif spekulasi tidak akan pernah ada,
hal ini dikarenakan spekulasi mata uang akan mengakibatkan fluktuasi
nilai mata uang baik internal maupun eksternal yang mengakibatkan terjadinya
inflasi dan pengangguran. Sedangkan salah satu motivasi permintaan uang adalah
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi disektor riil bukan untuk spekulasi. Melihat
pentingnya permintaan dan penawaran akan uang maka akan menjadi sangat urgen
untuk dibahas dalam makalah ini karena dapat memberikan alternatif atau solusi dalam
mewujudkan ekonomi yang seharusnya sesuai dengan syariat islam.
DIALOG
Teori
Permintaan Uang
Teori permintaan uang
dalam ekonomi konvensional terbagi kedalam tiga kelompok yaitu, teori
permintaan uang sebelum keynes, teori permintaan uang menurut keynes, dan teori
permintaan uang setelah keynes.
Teori Permintaan Uang
sebelum Keynes
Teori
permintaan uang sebelum keynes sering disebut sebagai teori permintaan uang
klasik karena teori ini berdasarkan asumsi klasik, yaitu perekonomian selalu dalam keadaan seimbang.
Teori permintaaan uang sebelum Keynes diantaranya teori permintaan uang Irving
Fisher dan teori permintaan uang Cambridge.
Menurut
Fisher seperti yang diuraikan dalam bukunya Transaction
Demand Theory of the Demand for Money, uang merupakan alat pertukaran. Teori
ini didasarkan kepada falsafah hukum say, yaitu bahwa perekonomian selalu dalam
keadaan full employment. Menurut Fisher jika terjadi suatu transaksi antara
penjual dan pembeli, maka akan terjadi pertukaran uang dengan barang/jasa
sehingga nilai dari uang yang ditukarkan pasti sama dengan barang/jasa yang
diperoleh. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut.[2]
MV=PT
|
Dimana:
M
: jumlah uang yang beredar
V : tingkat
kecepatan perputaran uang (velocity), yaitu
berapa kali uang berpindah tangan dari
satu pemilik kepada pemilik lain dalam satu periode tertentu.
P : harga barang/jasa yang ditukarkan
T : jumlah (volume) barang/jasa yang menjadi
objek transaksi.
Dalam versi lain,
jumlah atau volume barang yang diperdagangkan (T) diganti dengan output riil
sehingga persamaanya berubah menjadi
MV=PO=Y
|
Dalam teori permintaan
uang ini Irvin Fisher mengasumsikan bahwa keberadaan uang pada hakikatnya
adalah flow concept dimana keberadaan
uang atau permintaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga akan tetapi
besarkecilnya uang akan ditentukan oleh kecepatan perputaran uang tersebut.
Md=kY
|
Dimana :
Md : jumlah permintaan uang
K :
konstanta yang menunjukkan presentase jumlah uang tunai yang dipegang terhadap pendapatan.
Y : pendapatan nominal.
Toeri permintaan uang
menurut Fisher didasarkan kepada pendekatan transaksi (transaction approach) sedangkan teori permintaan uang menurut
Cambridge didasarkan kepada pendekatan kebutuhan masyarakat memegang uang tunai
(cash balance approach).
Teori Permintaan Uang
Menurut Keynes
Teori keuangan Keynes
menerangkan tiga hal, yaitu: (1) Tujuan-tujuan masyarakat untuk meminta
(menggunakan uang), (2) Faktor-faktor yang menentukan tingkat bunga, (3) Efek
perubahan penawaran uang terhadap kegiatan ekonomi negara.[4]
Terkait dengan
tujuan-tujuan masyarakat untuk meminta (memegang uang), maka dapat
diklasifikasikan atas 3 motif utama, yaitu: (1) Motif transaksi (transaction motive), merupakan
permintaan uang yang timbul karena adanya kebutuhan untuk membayar transaksi.
Fungsi uang dalam motif ini lebih berfungsi sebgai medium of change dari
transaksi keuangan rumah tangga, industri ataupun pemerintah untuk semua barang
dan jasa dalam jangka pendek. (2) Motif berjaga-jaga (precautionary motive), permintaan akan uang untuk tujuan memenuhi
kemungkinan-kemungkinan yang tidak terduga.[5]
Mrp
|
Mrp
|
Mb
|
Ma
|
0
|
Ya
|
Yb
|
Y
|
Permintaan uang untuk
transaksi dan berjaga-jaga ditentukan oleh pendapatan masyarakat atau
pendapatan nasional. Sifat hubungan inilah yang ditunjukkan dalam gambar
diatas. Sumbu datar menunjukkan uang yang diminta dan sumbu tegak menunjukkan
pendapatan nasional. Kurva Mtp bergerak dari bawah-kiri ke atas-
kanan dan bermula dari titik origin. Kurva seperti ini berarti, semakin tinggi
pendapatan nasional, semakin tinggi permintaan uang untuk transaksi. Ketika
pendapatan nasional Ya, permintaan uang adalah Ma dan
ketika pendapatan nasional Yb, permintaan uang adalah Mb.[6]
(3) Motif spekulasi (speculation motive),
atau kebutuhan untuk memenuhi kemungkinan yang tak terduga, motif ini lebih
bersifat untuk mendapatkan keuntungan dari adanya peluang dalam pasar komoditi,
stock market, financial market.[7]
Msp
|
Msp
|
M1
|
M0
|
0
|
r1
|
r1
|
r
|
Gambar diatas
menunjukkan permintaan uang untuk tujuan spekulasi, sumbu datar menunjukkan jumlah
uang yang digunakan untuk tujuan spekulasi, dan sumbu tegak menunjukkan suku
bunga. Pada suku bunga sebesar r0
jumlah uang yang diminta adalah M0, dan pada suku bunga sebesar r1,
jumlah uang yang diminta adalah M1. Maka kurva Msp adalah
kurva permintaan uang untuk spekulasi, dan ciri-cirinya adalah semakin rendah suku bunga, semakin banyak permintaan uang untuk spekulasi. Maksudnya,
semakin rendah semakin besar keinginan masyarakat untuk meyimpan uang dan tidak menggunakannya untuk spekulasi.[8]
Teori Permintaan Uang
Setelah Keynes
Terdapat tiga teori
permintaan uang setelah keynes, yaitu teori permintaan uang untuk tujuan
transaksi oleh Baumol, teori permintaan uang untuk spekulasi oleh Thobin, dan
teori permintaan uang menurut Friedman.
Menurut Baumol, adanya
lembaga keuangan yang memberikan bunga menyebabkan orang yang memegang uang
tunai mengalami kerugian yang disebut opportunity
cost dimana ia kehilangan kesempatan memperoleh bunga dari pendapatannya.
Semakin tinngi tingkat bunga, maka akan semakin tinggi pula biaya yang harus
ditanggung seseorang dalam memegang uang tunai. Apabila ia menyimpan semua
pendapatannya di lembaga keuangan maka orang tersebut akan memperoleh
keuntungan dari bunga tetapi ia tidak dapat melakukan transaksi atau melakukan
konsumsi.[9]
e
= i+g
|
Dimana :
i = bunga, g = keuntungan modal
sehingga seseorang yang
memegang surat berharga sejumlah (B) mengharapkan memperoleh pendapatan total
(RT) sebesar:
RT
= B x e = B (i+g)
|
Md=
k(r1,.....,rj)y
|
Dimana:
Md = permintaan uang tunai
r = tingkat pengembalian (rete of return)
1,...j = jenis kekayaan, termasuk tingkat bunga.
Dengan demikian, menurut
Friedman jumlah uang yang diminta tergantung kepada tingkat pendapatan
nasional. Hal ini sama dengan yang dikemukakan oleh Irving Fisher, namun
perbedaannya adalah: (1) Nilai k bukanlah sesuatu yang konstan. Nilai k dapat
berubah-ubah tergantung kepada perubahan tingkat bunga dan faktor lain yang
dapat diramalkan. (2) Friedman tidak menganggap bahwa pendapatan selalu terjadi
pada tingkat full employment. Dapat
saja pendapatan terjadi di bawah tingakat full
employment.[10]
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Permintaan Uang
Faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan uang adalah sebagai berikut: (1) Tersedianya Fasilitas kredit, Dengan
makin banyak serta makin mudahnya fasilitas kredit seperti credit Card, maka
permintaan akan uang kas akan makin kecil. (2) Kekayaan dari Masyarkat, suatu
masyarakat yang makin kaya dapat diperkirakan/diharapkan makin besar pula
permintaan akan uang. (3) Harapan tentang harga, apabila masyarakat mengharap
bahwa di kemudian hari harga barang dan jasa akan turung, mereka cenderung
menahan uang kas dengan menunda pembelian barang. Sebaliknya apabila
diperkirakan harga akan naik, permintaan uang oleh masyarakat cenderung turun.
(4) Sistem/cara pembayaran yang berlaku, cara sistem pembayaran ini berhubungan
erat dengan sistem/proses produksi barang. Apabila proses produksi mulai dari
bahan mentah, sampai bahan jadi demikian juga distribusinya dilakukan oleh
beberapa perusahaan yang berbeda serta pembayarannya dilakukan dengan uang kas,
maka permintaan uang kas akan makin besar. (5) Tersedianya beberapa alternatif
bentuk kekayaan, permintaan akan uang makin besar apabila di dalam masyarakat
hanya tersedia sedikit variasi jumlah bentuk kekayaan.[11]
(6) Tingkat suku bunga, semakin tinggi tingkat bunga maka semakin sedikit uang
yang diminta.[12]
(7) Pendapatan merupakan suatu gambaran tingkat kemampuan seseorang dalam
memenuhi kebutuhan materi dalam suatu waktu yang umum digunakan biasanya satu
bulan. Pendapatan masyarakat secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan,
pendidikan, kehidupan moral serta harga diri atau status sosial seseorang
dibandingkan orang lain yang mempunyai golongan pendapatan yang berbeda.[13]
Teori
Penawaran Uang
i
|
Ms2
|
Ms0
|
Ms1
|
M1/p1
|
M0/p0
|
M2/p2
|
i
|
Ms
|
M0/P0
|
Kurva
Penawaran uang dan pergeserannya
Berdasarkan gambar
diatas terlihat bahwa kurva penawaran uang (MS) merupakan hubungan antara
jumlah uang riil (money riil (M/P)
dengan tingkat suku bunga. Jika bank sentral menambah jumlah uang beredar, maka
kurva MS bergeser dari MS0 ke MS1 demikian sebaliknya
jika jumlah uang beredar dikurangi maka kurva MS akan bergeser dari MS0
ke MS2.[15]
Teori penawaran uang meliputi teori penawaran uang tanpa
bank dan teori penawaran uang modern. Teori Penawaran Uang Tanpa Bank merupakan
teori yang paling sederhana. Teori ini merupakan gambaran dari sistem standar
emas, ketika emas menjadi satu-satunya alat pembayaran. Jumlah uang beredar
atau uang yang ditawarkan di masyarakat naik atau turun sesuai dengan
tersedianya emas di masyarakat. Dalam sistem moneter seperti itu, uang beredar
ditentukan oleh proses pasar. Adapun pemerintah, Bank Sentral, ataupun
perbankan tidak memiliki pengaruh terhadap besarnya uang yang beredar. Dalam
hal ini, penawaran uang hanya bertambah jika orang memproduksi emas (baru).
Jadi, jumlah uang beredar bergantung pada perilaku produsen emas. Produsen emas
hanya akan memproduksi apabila menguntungkan.
Teori Penawaran Uang Modern, dalam perekonomian modern, para
produsen emas tidak lagi memiliki peranan moneter yang penting seperti dalam
sistem standar emas. Dalam sistem standar kertas, sumber dari terciptanya uang
beredar, yaitu otoritas moneter (Bank Sentral). Otoritas moneter merupakan
produsen uang inti atau uang primer. Adapun lembaga keuangan (perbankan)
merupakan produsen uang sekunder bagi masyarakat. Keduanya berhubungan sangat
erat karena uang sekunder (uang giral) hanya bisa tumbuh karena ada uang
primer. Uang sekunder diciptakan oleh bank berdasarkan atas uang primer yang
dipegang bank (cadangan bank).
Ada beberapa instrumen
yang biasanya dapat digunakan bank central untuk mengatur jumlah uang beredar,
yaitu: (a) Cadangan minimun (reserve
requirement), yang dimaksud dengan cadangan minimun adalah cadangan minimun
yang dimiliki bank umum, jika bank sentral menginginkan jumlah uang beredar
berkurang maka bank sentral dapat membuat kebijakan menambah besaran reserve requirement yang dimiliki bank
umum, sebaliknya jika bank sentral berkeinginan untuk menambah jumlah uang
beredar maka bank sentral dapat membuat kebijakan mengurangi jumlah reserve requirement yang dimiliki bank
umum. (b) Discount rate, jika bank sentral menginginkan jumlah uang
beredar ditambah maka bank sentral dapat membuatkebijakan mengurangi tingkat
suku bunga Bank Indonesia (SBI), sebaliknya jika ingin mengurangi jumlah uang
beredar dapat dilakukan dengan meningkatkan tingkat suku bunga Bank Indonesia
(SBI). (c) Moral situation, merupakan
kebijakan bersifat sugesti yang dilakukan bank sentral pada bank umum untuk
menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga guna menambah atau mengurangi
jumlah uang beredar.[16]
(d) Operasi pasar terbuka (open market
operation), adalah kegiatan dari bank sentral membeli dan menjual
surat-surat berharga dan obligasi pemerintah dengan tujuan untuk mempengaruhi
penawaran uang melalui perubahan dalam basis moneter (uang berkuasa tinggi).[17]
Faktor
– Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Uang
Faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan uang adalah sebagai berikut: (1) Tingkat bunga, Semakin tinggi
tingkat bunga, semakin sedikit jumlah uang yang beredar. Semakin rendah tingkat
bunga, semakin banyak jumlah uang yang beredar. (2) Pendapatan Masyarakat,
Semakin tinggi pendapatan masyarakat, semakin banyak uang yang beredar karena
semakin sering melakukan transaksi. Begitu juga sebalikanya.(3) Harga barang, Jika
harga barang mahal, masyarakat dituntut untuk memiliki jumlah uang lebih banyak
sehingga akan menyebabkan jumlah uang beredar semakin banyak. Akan tetapi
sebaliknya, jika harga barang murah jumlah uang beredar akan berkurang,karena
masyarakat akan menyimpan kelebihan uangnya di bank. (4) Jumlah penduduk, semakin
banyak (padat) jumlah penduduk, semakin banyak dan semakin cepat uang beredar.
(5) Geografis, keadaan geografis di perkotaan lebih cepat dan lebih banyak
jumlah uang yang beredar dibanding di pedesaan.(6) Struktur perekonomian, negara
agraris berbeda dengan negara industri, negara industri peredaran uang lebih
cepat dan lebih banyak. (7) Teknologi dan Ilmu pengetahuan, Penguasaan IPTEK
penduduk. Iptek negara yang lebih maju lebih banyak dan lebih cepat uang
beredar dibandingkan dengan negara yang menerapkan teknologi yang sederhana.[18]
Permintaan
Uang dalam Islam
Permintaan akan uang
dalam suatu sistem perekonomian yang islami akan dipengaruhi oleh motif seorang
muslim dalam memegang uang. Menurut Metwally ada dua motif utama seorang muslim
dalam memegang uang, yaitu: (1) Motivasi transaksi, (2) Motivasi berjaga-jaga. Dengan
2 motif ini jelas, bahwa permintaan uang untuk tujuan spekulasi sebagaimana
yang dikemukakan Keynes, tidak akan ada dalam suatu sistem perekonomian yang
islami. Permintaan uang dalam ekonomi islam menurut Metwally juga dipengaruhi
oleh tingkat pendapatan. Besarnya persediaan uang tunai akan berhubungan dengan
tingkat pendapatan, dan prekuensi pengeluaran.[19]
Mazhab Iqtishadunam, permintaan
uang hanya ditujukan untuk dua tujuan pokok, yaitu transaksi dan berjaga-jaga
atau untuk investasi. Secara matematik formula permintaan uang dapat dituliskan
sebagai berikut:
Md
= Mdtrans + Md prec
|
Permintaan
uang untuk transaksi merupakan fungsi dari tingkat pendapatan yang dimiliki
oleh seseorang. Dimana semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka
permintaan uang untuk memfasilitasi transaksi barang dan jasa juga akan
meningkat. Fungsi permintaan uang untuk motif berjaga-jaga (meliputi juga permintaan uang
untuk investasi dan tabungan) ditentukan oleh besar kecilnya harga barang
tangguh untuk pembelian barang tidak tunai. Pada masa Rasulullah, permintaan
uang hanya ada dua yaitu untuk transaksi dan berjaga-jaga. Md = Mdtr +
Mdpr apabila Mdpr maka
Mdtr .[20]
Mazhab Mainstrem, landasan
filosofis dari teori dasar permintaan uang ini adalah islam mengarahkan
sumber-sumber daya untuk dialokasikan secara maksimum dan efisien. Pelarangan hoarding money atau penimbunan kekayaan merupakan “kejahatan”
penggunaan uang yang harus diperangi. Pengenaan pajak terhadap aset produktif
yang menganggur merupakan strategi utama yang digunakan oleh mazhab ini. Dues of idle cash atau pajak atas aset
produktif yang menganggur bertujuan untuk mengalokasikan setiap sumber dana
yang ada pada kegiatan usaha produktif. Pengenaan kebijakan ini akan berdampak
pada pola permintaan uang untuk motif berjaga-jaga.
Semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap aset produktif yang anggurkan maka
permintaan terhadap aset ini akan berkurang. Secara sederhana dapat
dianalogikan sebagai berikut, Ahmad yang memiliki kekayaan berupa tanah dan
kemudian tanah tersebut hanya dianggurkan saja sehingga tidak ada nilai tambah
kekayaannya, maka kebijakan yang dikenakan terhadap Ahmad agar tanah tersebut
memiliki nilai tambah adalah mendorong Ahmad mendorong Ahmad untuk bersedia
mengelola kekayaannya pada kegitan yang produktif. Instrumen yang digunakan
adalah pajak terhadap pengangguran tanah tersebut. Sehingga Ahmad akan terkena
risiko pembayaran pajak apabila tanah miliknya tetap dianggurkan.[21]
Md = Mdtrans +Md prec
Mdtrans = f(Y)
Mdprec&inv= f(Y,µ)
|
Tingkat dues if idle fund diwakili oleh nilai µ,
semakin tinggi nilai µ, maka semakin kecil permintaan uang untuk motif
berjaga-jaga karena pada tingkat µ yang tinggi biaya risiko yang harus
dikeluarkan untuk membayar pajak terhadap uang kas tersebut menjadi naik.dalam
kondisi seperti ini seseorang akan berusaha memperkecil pajak yang dia bayarkan
kepada pemerintah dengan cara mengurangi kekayaan yang idle. Begitu juga
sebaliknya apabila nilai µ relatif rendah, maka memegang atau menyimpan uang
kas relatif tidak memiliki risiko yang tinggi.
Mazhab Alternatif, permintaan
uang dalam mazhab ketiga ini, sangat erat kaitannya dengan konsep endogenous
uang dalam islam. Teori endogenous dalam islam secara sederhana dapat diartkian
bahwa keberadaan uang pada hakikatnya adalah repsentasi dari volume transaksi
yang ada dalam sektor riil. Teori inilah yang kemudian menjembatani dan tidak
mendikotomikan antara pertumbuhan uang di sektor moneter dan pertumbuhan nilai
tambah uang di sektor riil. Islam menganggap bahwa perubahan nilai tambah
ekonomi tidak dapat didasarkan semata-mata pada perubahan waktu. Nilai tambah uang
terjadi jika dan hanya jika ada pemanfaatan secara ekonomis selama uang
tersebut dipergunakan. Sehinnga tidak selalu nilai uang harus bertambah walau
waktu terus bertambah, akan tetapi niali tambahnya akan tergantung dari hasil
yang diusahakan dengan uang itu. Secara makroekonomi, nilai tambah uang dan
jumlahnya hanyalah repsentasi dari perubahan dan pertambahan di sektor riil.
Konsep inilah yang kemudian menjadikan landasan sistem moneter islam selalu
berpijak pada sektor mikroekonomi.[22]
Penawaran
Uang dalam Islam
Ms
|
Ms
|
Pt/P0
|
0
|
Mazhab Mainstream, menurut mazhab ini penawaran uang dalam Islam
sepenuhnya dikontrol oleh negara sebagai pemegang monopoli dari penerbitan uang
yang sah (legal tender). Keberadaan bank sentral adalah untuk menerbitkan mata
uang dan menjaga nilai tukarnya agar dapat berada pada tingkat harga yang
stabil. Oleh karena itu, penawaran uang diasumsikan secara penuh dipengaruhi
oleh kebijakan bank sentral.[24]
Mazhab Alternatif, menurut mazhab ini jumlah uang beredar lebih ditentukan
oleh actual spending demand dalam kebutuhannya untuk transaksi di pasar
barang dan jasa (uang merupakan variabel yang endogen).
Asumsi yang digunakan dalam konsep ini yaitu: (1) telah terjadinya globalisasi
perekonomian menyebabkan bank sentral tidak lagi mampu melakukan pengontrolan
secara penuh terhadap jumlah uang beredar. (2) perekonomian mengarah ke tahap
islamisasi sistem keungannya, sistem ummah yang sudah mulai diberlakuakan dalam
sistem perekonomian yang diantut. Sistem ummah yang dimaksud adalah tidak
adanya suku bunga dan penggunaan expected
rate of profit dalam sistem pembiayaan serta mengarahkan kepada
maksimalisasi sumber dana kepada usaha-usaha yang bersifat produktif.[25]
Money
Multypler dan Kebijakan Pemerintah
Proses pelipatan uang atau money multiplier merupakan proses pasar
( penyesuaian antara permintaaan dan penawaran uang ). Proses pelipatan itu
dimungkinakan karena adanya lembaga yang disebut bank, yang tidak harus
menjamin secara penuh uang giral yang diciptakannya dengan uang tunai.
Seandainya cash ratio yang dipegang bank adalah 100%, maka proses pelipatan
uang tidak akan terjadi, meskipun proses “penyesuaian fortofolio” tetap bisa
terjadi. Uang giral (bank berupa demand deposits maupun saving deposits) tidak harus dijamin
secara penuh dalam bentuk uang tunai pada bank.
Untuk uang giral, katakan, sebesar Rp. 100,- bank hanya perlu menyimpan
uang tunai (cadangan bank), katakan, sebesar Rp. 15,- (tergantung cash ratio
yang berlaku). Ini berarti bahwa dengan memegang uang inti sebesar Rp. 15,-
bank bisa menciptakan uang giral sebesar Rp. 100,-. Jadi secara netto bank”
menciptakan” uang Rp. 85,- (=Rp. 100,- - Rp. 15,-) dalam bentuk uang giral.
Inilah sebabnya mengapa Rp.1,- tambahan uang inti bisa menciptakan tambahan
uang yang beredar yang lebih besar daripada Rp.1,-. Berapa yang berakhirnya
diciptakan bank dalam kenyataan, sebenarnya tidak hanya tergantung pada kemauan
bank semata-mata, tetapi, seperti yang telah kita lihat di atas, tergantung
pula pada hasil interaksi para pelaku pasar.[26]
Proses pelipatan uang dapat diringkas dalam dalil aljabar
sebagai berikut. Uang inti (B) sebagian dipegang oleh masyarakat sebagai uang
kartal (C) dan sisanya oleh bank sebagai cadangan bank (R). B= C + R (1)
Atas dasar cadangan bank (R) yang ada pada bank tersebut,
bank menciptakan uang giral berupa saldo-saldo rekening korang (giro) yang
dimiliki oleh masyarakat umum yang disimpan pada bank. Seluruh saldo ini kita
sebut DD. Jumlah uang beredar dalam arti
sempit (M1) adalah seluruh uang kartal (uang inti yang dipegang masyarakat)
plus seluruh saldo rekening koran (giro) pada bank (uang giral). M1= C + DD (2)
Apabilah persamaan (2) kita bagi bagi dengan persamaan (1),
dan kita defenisikan c = C/M1 dan r = R/DD, dan selanjutnya kita pindahkan B ke
sebelah kanan persamaaan, kita peroleh: M1 =
(3)
Persamaan (3) ini menunjukkan bagaimana uang inti
“dilipatkan” menjadi uang beredar (M1).
Sedangkan
adalah
koefisien pelipat uang atau money multiplier. Nilai koefisien ini biasanya
lebih besar dari 1, karena bank c maupun r adalah lebih kecil dari 1.[27]
Nilai koefisien pelipat uang tergantung
pada nilai dari c dan r, semakin kecil nilai dari kedua ratio tersebut semakin
besar nilai koefisien pelipat uang. Nilai c yang renda berarti masyarakat lebih
suka menyimpan uang tunainya di bank dari pada dibawah bantal (bank
mindedness yang tinggi). Ini berarti bank mempunyai lebih banyak uang inti
untuk “dilipatkan”. Selanjutnya nilai r yang rendah berarti lebih banyak uang
giral yang bisa diciptakan dari setiap rupiah uang inti yang dipegang bank.
Yang perlu dicatat disini adalah bahwa c dan r mencerminkan perilaku masyarakat
dan bank. Berapa bagian dari seluruh
uang beredar yang dipegang oleh masyarakat dalam bentuk uang tunai merupakan
pencerminan kehendak atau perilaku masyarakat. Demikian pula berapa besar bank
menyimpan uang tunai untuk “menjamin” saldo-saldo rekening koran/giro milik
nasabah merupakan pencerminan perilaku bank. Keduanya merupakan keputusan
ekonomi, yaitu keputusan yang ditentukan atas dasar perhitungan untung-rugi[28]
Implikasi Kebijaksanaan
Langkah-langkah (kebijaksanaan) yang digunakan untuk
mempengaruhi koefisien pelipat uang.
Menurunkan c, langkah-langkahnya yaitu: (a) menawarkan bungan
yang menarik bagi rekening giro, deposito berjangka dan tabungan. (b) membuka
cabang-cabang baru atau memperluas kegiatan perbankan dipedesaan. (c) memperluas
penggunaan credit cards. (d)
mempercepat urbanisasi.[29]
Menurungkan r1 dan r2,
langkah-langkahnya yaitu:
(a) menurunkan reserve requirement untuk
rekening giro. (b) mempermudah pinjaman dari bank sentral kepada bank-bank
memerlukan dana untuk kebutuhan darurat. (c) mengembangkan pasar uang antar
bank, sehingga bank yang kekeurangan dana bisa mudah memperoleh dana dari bank
yang kelebihan dana. [30]
Meningkatkan t, langkah-langkahnya yaitu: (a) menawarkan
bunga yang menarik bagi deposito berjangka dan simpanan tabungan. (b)
memberikan kemudahan-kemudahan perpajakan bagi para pemegang deposito berjangka/tabungan. (c)
mempromosikan deposito berjangka dan tabungan di daera pedesaan, sehingga
menarik orang-orang yang biasanya menyimpan kekayaannya dalam bentuk ternak,
tanah, emas dan sebagainya. (d) mengendalikan inflasi serendah munkin, sehingga
opportunity cost bagi pemegang
deposito berjangka dan tabungan adalah minimal. [31]
EPILOG
Permintaan akan uang
dalam suatu sistem perekonomian yang islami hanya dipengaruhi oleh dua motif
saja, yaitu motivasi untuk transaksi, dan Motivasi berjaga-jaga. Sehingga motif
spekulasi yang dikemukakan oleh Keynes tidak akan ada atau bernilai nol dalam
ekonomi islam. Karena spekulasi dapat mengakibatkan terjadinya inflasi dan
pengangguran.
Penawaran uang dalam Islam sepenuhnya dikontrol oleh negara sebagai monopoli
dari penerbitan uang yang sah. Keberadaan bank sentral adalah untuk menerbitkan
mata uang dan menjaga nilai tukarnya agar dapat berada pada tingkat harga yang
stabil.
Melihat hal tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa motif permintaan dan penawaran uang dalam ekonomi
islam yaitu untuk menggerakkan roda perekonomian dan mendorong pertumbuhan
ekonomi di sektor riil.
REFERENSI
Academia,
“Teori Penawaran Uang” Dokumen, Dikutip
dari https://www.academia.ed,
Diakses Tanggal 08 April 2015
Boediono,
Ekonomi Moneter, Yogyakarta :
BPFE-Yogyakarta, 2014
Huda,
Nurul DKK, Ekonomi Makro Islam Pendekatan
Teoritis, Jakarta: Kencana, 2009
Karim,
Adiwarman A., Ekonomi Makro Islami, Jakarta:
Rajawali Pers, 2013
Nopirin, Ekonomi Moneter, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2013
Rianto,
M. Nur Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi
Islam, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011
Sirait,
Risma Flora Iriani, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang di
Sumatra Utara”, Skripisi , Universitas Sumatra Utara, 2006,
Sukirno,
Sadono, Makroekonomi Modern Perkembangan
Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru, Ed.1 Jakarta : RajaGrapindo
Persada, 2000
,Makroekonomi Teori pengantar, Jakarta: RajaGrapindo Persada, 2012
[1] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2013), h. 180-181
[2] Nurul Huda DKK, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, (Jakarta:
Kencana, 2009), h. 81-82
[3] Ibid., h. 82-83
[4] Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori pengantar, (Jakarta:
RajaGrapindo Persada, 2012), h. 300
[5] Adiwarman A. Karim, Ekonomi...., h. 182-183
[6] Sadono Sukirno, Makroekonomi...., h. 302
[7] Adiwarman A. Karim, Ekonomi....., h. 183
[8]
Sadono Sukirno, Makroekonomi ......, h. 302
[9] Nuru Huda, DKK, Ekonomi...., h. 86
[10]M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, (Solo: Era
Adicitra Intermedia, 2011), h. 125
[11] Nopirin, Ekonomi Moneter, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2013) h. 149-150
[12] Risma Flora Iriani Sirait,
“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang di Sumatra Utara”,
Skripisi , Universitas Sumatra Utara, 2006, h. 11-12
[13] Ibid., h. 14
[14] Nuru Huda DKK, Ekonomi...., h. 89
[15] Ibid.
[17]Sadono Sukirno, Makroekonomi Modern Perkembangan Pemikiran
dari Klasik Hingga Keynesian Baru, (Jakarta : RajaGrapindo Persada, 2000),
h. 437
[18]Academia,
“Teori Penawaran Uang” Dokumen, Dikutip
dari https://www.Academia.edu,
Diakses Tanggal 08 April 2015
[19] Nuru Huda DKK, Ekonomi....,h. 147
[20] Adiwarman A. Karim, Ekonomi....., h. 187
[21] Ibid, h. 189
[22] Ibid., h. 191
[24] Ibid, h. 201
[26] Boediono, Ekonomi Moneter, (Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, 2014), h. 125
[27] Ibid, h. 126
[28] Ibid, h. 127
[29] Ibid,. h. 130
[30] Ibid., h. 131
[31] Ibid,
Komentar
Posting Komentar