permintaan dan penawaran uang dalam sistem moneter islam


Permintaan dan Penawaran Uang dalam Sistem Moneter Islam
Oleh Kelompok 3

PROLOG
Permintaan uang pada hakikatnya merupakan teori tentang alokasi sumber-sumber ekonomi yang sifatnya terbatas. Seseorang yang memegang uang akan dihadapkan pada keuntungan dan kemungkinan kerugian dari kepemilikan suatu bentuk kekayaan. Keuntungan seseorang yang memegang uang kas akan mendapatkan tingkat likuiditas yang dapat dibelanjakan, namun ia akan dihadapkan pada kemungkinan hilangnya peluang untuk mendapatkan nilai lebih uang (value added of money) seandainya uang tersebut di investasikan dalam kegiatan yang produktif. Memegang uang kas juga akan terkena risiko dari menurunnya nilai riil dari uang karena adanya inflasi.[1]
Penawaran uang adalah jumlah uang yang tersedia dalam suatu perekonomian. Kebijakan moneter, yaitu kebijakan yang bertujuan untuk mengatur penawaran uang atau mengatur jumlah uang yang beredar. Jadi penawaran uang merupakan tugas pemerintah melalui bank sentral (Bank Indonesia). Penawaran uang disini adalah jumlah uang yang beredar di masyarakat. Perubahan jumlah uang yang beredar secara garis besar dipengaruhi oleh uang inti dan pelipat uang.
Permintaan uang yang terjadi di masyarakat merupakan cerminan dari tiga motif. Yaitu motif untuk tujuan transaksi, berjaga-jaga, dan  motif spekulasi. Sedangkan dalam ekonomi islam, motif spekulasi tidak akan pernah ada,  hal ini dikarenakan spekulasi mata uang akan mengakibatkan fluktuasi nilai mata uang baik internal maupun eksternal yang mengakibatkan terjadinya inflasi dan pengangguran. Sedangkan salah satu motivasi permintaan uang adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi disektor riil bukan untuk spekulasi. Melihat pentingnya permintaan dan penawaran akan uang maka akan menjadi sangat urgen untuk dibahas dalam makalah ini karena dapat memberikan alternatif atau solusi dalam mewujudkan ekonomi yang seharusnya sesuai dengan syariat islam.
DIALOG
Teori Permintaan Uang
Teori permintaan uang dalam ekonomi konvensional terbagi kedalam tiga kelompok yaitu, teori permintaan uang sebelum keynes, teori permintaan uang menurut keynes, dan teori permintaan uang setelah keynes.
Teori Permintaan Uang sebelum Keynes
Teori permintaan uang sebelum keynes sering disebut sebagai teori permintaan uang klasik karena teori ini berdasarkan asumsi klasik, yaitu  perekonomian selalu dalam keadaan seimbang. Teori permintaaan uang sebelum Keynes diantaranya teori permintaan uang Irving Fisher dan teori permintaan uang Cambridge.
Menurut Fisher seperti yang diuraikan dalam bukunya Transaction Demand Theory of the Demand for Money, uang merupakan alat pertukaran. Teori ini didasarkan kepada falsafah hukum say, yaitu bahwa perekonomian selalu dalam keadaan full employment. Menurut Fisher jika terjadi suatu transaksi antara penjual dan pembeli, maka akan terjadi pertukaran uang dengan barang/jasa sehingga nilai dari uang yang ditukarkan pasti sama dengan barang/jasa yang diperoleh. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut.[2]
MV=PT
 
Dimana:
M    : jumlah uang yang beredar
V    : tingkat kecepatan perputaran uang (velocity), yaitu berapa kali uang  berpindah tangan dari satu pemilik kepada pemilik lain dalam satu periode tertentu.
P     : harga barang/jasa yang ditukarkan
T     : jumlah (volume) barang/jasa yang menjadi objek transaksi.
Dalam versi lain, jumlah atau volume barang yang diperdagangkan (T) diganti dengan output riil sehingga persamaanya berubah menjadi
MV=PO=Y
 
Dalam teori permintaan uang ini Irvin Fisher mengasumsikan bahwa keberadaan uang pada hakikatnya adalah flow concept dimana keberadaan uang atau permintaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga akan tetapi besarkecilnya uang akan ditentukan oleh kecepatan perputaran uang tersebut.
Md=kY
Menurut kaum Cambridge yang diwakilkan oleh Marshal dan Pigou uang adalah merupakan alat penyimpanan kekayaan (store of wealth) dan bukan sebagai alat pembayaran. Teori permintaan uang menurut Cambridge menyatakan bahwa permintaan uang tunai dipengaruhi oleh tingkat bunga, jumlah kekayaan yang dimiliki, harapan tingkat bunga dimasa yang akan datang, dan tingkat harga. Namun dalam jangka pendek faktor-faktor tersebut bersifat konstan atau berubah secara proporsional terhadap pendapatan. Jadi mereka menyatakan bahwa keinginan seseorang untuk memegang uang tunai secara nominal adalah proporsional terhadap pendapatan nominal. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:[3]
Dimana :
Md   : jumlah permintaan uang
K    : konstanta yang menunjukkan presentase jumlah uang tunai yang  dipegang terhadap pendapatan.
Y    : pendapatan nominal.
Toeri permintaan uang menurut Fisher didasarkan kepada pendekatan transaksi (transaction approach) sedangkan teori permintaan uang menurut Cambridge didasarkan kepada pendekatan kebutuhan masyarakat memegang uang tunai (cash balance approach).
Teori Permintaan Uang Menurut Keynes
Teori keuangan Keynes menerangkan tiga hal, yaitu: (1) Tujuan-tujuan masyarakat untuk meminta (menggunakan uang), (2) Faktor-faktor yang menentukan tingkat bunga, (3) Efek perubahan penawaran uang terhadap kegiatan ekonomi negara.[4]
Terkait dengan tujuan-tujuan masyarakat untuk meminta (memegang uang), maka dapat diklasifikasikan atas 3 motif utama, yaitu: (1) Motif transaksi (transaction motive), merupakan permintaan uang yang timbul karena adanya kebutuhan untuk membayar transaksi. Fungsi uang dalam motif ini lebih berfungsi sebgai medium of change  dari transaksi keuangan rumah tangga, industri ataupun pemerintah untuk semua barang dan jasa dalam jangka pendek. (2) Motif berjaga-jaga (precautionary motive), permintaan akan uang untuk tujuan memenuhi kemungkinan-kemungkinan yang tidak terduga.[5]
Mrp
Mrp
Mb
Ma
0
Ya
Yb
Y
Grafik permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga











Permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga ditentukan oleh pendapatan masyarakat atau pendapatan nasional. Sifat hubungan inilah yang ditunjukkan dalam gambar diatas. Sumbu datar menunjukkan uang yang diminta dan sumbu tegak menunjukkan pendapatan nasional. Kurva Mtp bergerak dari bawah-kiri ke atas- kanan dan bermula dari titik origin. Kurva seperti ini berarti, semakin tinggi pendapatan nasional, semakin tinggi permintaan uang untuk transaksi. Ketika pendapatan nasional Ya, permintaan uang adalah Ma dan ketika pendapatan nasional Yb, permintaan uang adalah Mb.[6] (3) Motif spekulasi (speculation motive), atau kebutuhan untuk memenuhi kemungkinan yang tak terduga, motif ini lebih bersifat untuk mendapatkan keuntungan dari adanya peluang dalam pasar komoditi, stock market, financial market.[7]
Msp
Msp
M1
M0
0
r1
r1
r
Grafik Permintaan untuk spekulasi










Gambar diatas menunjukkan permintaan uang untuk tujuan spekulasi, sumbu datar menunjukkan jumlah uang yang digunakan untuk tujuan spekulasi, dan sumbu tegak menunjukkan suku bunga. Pada suku bunga sebesar r0 jumlah uang yang diminta adalah M0, dan pada suku bunga sebesar r1, jumlah uang yang diminta adalah M1. Maka kurva Msp adalah kurva permintaan uang untuk spekulasi, dan ciri-cirinya adalah semakin rendah suku bunga, semakin banyak permintaan uang untuk spekulasi. Maksudnya, semakin rendah semakin besar keinginan masyarakat untuk meyimpan uang dan tidak menggunakannya untuk spekulasi.[8]  
Teori Permintaan Uang Setelah Keynes
Terdapat tiga teori permintaan uang setelah keynes, yaitu teori permintaan uang untuk tujuan transaksi oleh Baumol, teori permintaan uang untuk spekulasi oleh Thobin, dan teori permintaan uang menurut Friedman.
Menurut Baumol, adanya lembaga keuangan yang memberikan bunga menyebabkan orang yang memegang uang tunai mengalami kerugian yang disebut opportunity cost dimana ia kehilangan kesempatan memperoleh bunga dari pendapatannya. Semakin tinngi tingkat bunga, maka akan semakin tinggi pula biaya yang harus ditanggung seseorang dalam memegang uang tunai. Apabila ia menyimpan semua pendapatannya di lembaga keuangan maka orang tersebut akan memperoleh keuntungan dari bunga tetapi ia tidak dapat melakukan transaksi atau melakukan konsumsi.[9]
e = i+g
Kalau menurut Keynes seseorang memegang uang atau kekayaannya hanya memiliki dua pilihan yaitu seluruhnya dalam bentuk uang tunai atau seluruhnya dalam bentuk surat berharga. Hal ini dianggap tidaklah memuaskan menurut Tobin karena Keynes tidak memperhitungkan unsur ketidakpastian. Dalam menganilasa teori permintaan uang untuk tujuan spekulasi Tobin menggunakan pendekatan portofolio. Menurut Tobin setiap orang mengalami ketidakpastian. Seseorang yang memegang surat berharga pasti mengharapkan memperoleh pendapatan (e):
Dimana :
i =  bunga, g =  keuntungan modal
sehingga seseorang yang memegang surat berharga sejumlah (B) mengharapkan memperoleh pendapatan total (RT) sebesar:
RT = B x e = B (i+g)
 


Md= k(r1,.....,rj)y
Menurut  Friedman, seseorang atau suatu perusahaan memegang uang tunai lebih kepada alasan kepuasan (utility) sebgaimana barang tahan lama lainnya. Teori permintaan uang yang dirumuskan oleh Friedman adalah sebagai berikut:                                                                                      
Dimana:
Md      = permintaan uang tunai
r           = tingkat pengembalian (rete of return)
1,...j     = jenis kekayaan, termasuk tingkat bunga.
Dengan demikian, menurut Friedman jumlah uang yang diminta tergantung kepada tingkat pendapatan nasional. Hal ini sama dengan yang dikemukakan oleh Irving Fisher, namun perbedaannya adalah: (1) Nilai k bukanlah sesuatu yang konstan. Nilai k dapat berubah-ubah tergantung kepada perubahan tingkat bunga dan faktor lain yang dapat diramalkan. (2) Friedman tidak menganggap bahwa pendapatan selalu terjadi pada tingkat full employment. Dapat saja pendapatan terjadi di bawah tingakat full employment.[10]
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang adalah sebagai berikut: (1) Tersedianya Fasilitas kredit, Dengan makin banyak serta makin mudahnya fasilitas kredit seperti credit Card, maka permintaan akan uang kas akan makin kecil. (2) Kekayaan dari Masyarkat, suatu masyarakat yang makin kaya dapat diperkirakan/diharapkan makin besar pula permintaan akan uang. (3) Harapan tentang harga, apabila masyarakat mengharap bahwa di kemudian hari harga barang dan jasa akan turung, mereka cenderung menahan uang kas dengan menunda pembelian barang. Sebaliknya apabila diperkirakan harga akan naik, permintaan uang oleh masyarakat cenderung turun. (4) Sistem/cara pembayaran yang berlaku, cara sistem pembayaran ini berhubungan erat dengan sistem/proses produksi barang. Apabila proses produksi mulai dari bahan mentah, sampai bahan jadi demikian juga distribusinya dilakukan oleh beberapa perusahaan yang berbeda serta pembayarannya dilakukan dengan uang kas, maka permintaan uang kas akan makin besar. (5) Tersedianya beberapa alternatif bentuk kekayaan, permintaan akan uang makin besar apabila di dalam masyarakat hanya tersedia sedikit variasi jumlah bentuk kekayaan.[11] (6) Tingkat suku bunga, semakin tinggi tingkat bunga maka semakin sedikit uang yang diminta.[12] (7) Pendapatan merupakan suatu gambaran tingkat kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan materi dalam suatu waktu yang umum digunakan biasanya satu bulan. Pendapatan masyarakat secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan, pendidikan, kehidupan moral serta harga diri atau status sosial seseorang dibandingkan orang lain yang mempunyai golongan pendapatan yang berbeda.[13]
Teori Penawaran Uang
i
Ms2
Ms0
Ms1
M1/p1
M0/p0
M2/p2
i
Ms
M0/P0
Penawaran uang adalah jumlah uang yang beredar pada masyarakat. Penawaran uang dalam pendekatan ekonomi konvensional merupakan sesuatu yang menjadi kewenangan dari bank sentral suatu negara. Sehingga dalam pengkajiannya dianggap sebagai sesuatu yang given (tertentu nilainya). Secara grafik dapat dijelaskan sebagai berikut:[14]










Kurva Penawaran uang dan pergeserannya
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa kurva penawaran uang (MS) merupakan hubungan antara jumlah uang riil (money riil (M/P) dengan tingkat suku bunga. Jika bank sentral menambah jumlah uang beredar, maka kurva MS bergeser dari MS0 ke MS1 demikian sebaliknya jika jumlah uang beredar dikurangi maka kurva MS akan bergeser dari MS0 ke MS2.[15]
Teori penawaran uang meliputi teori penawaran uang tanpa bank dan teori penawaran uang modern. Teori Penawaran Uang Tanpa Bank merupakan teori yang paling sederhana. Teori ini merupakan gambaran dari sistem standar emas, ketika emas menjadi satu-satunya alat pembayaran. Jumlah uang beredar atau uang yang ditawarkan di masyarakat naik atau turun sesuai dengan tersedianya emas di masyarakat. Dalam sistem moneter seperti itu, uang beredar ditentukan oleh proses pasar. Adapun pemerintah, Bank Sentral, ataupun perbankan tidak memiliki pengaruh terhadap besarnya uang yang beredar. Dalam hal ini, penawaran uang hanya bertambah jika orang memproduksi emas (baru). Jadi, jumlah uang beredar bergantung pada perilaku produsen emas. Produsen emas hanya akan memproduksi apabila menguntungkan.
Teori Penawaran Uang Modern, dalam perekonomian modern, para produsen emas tidak lagi memiliki peranan moneter yang penting seperti dalam sistem standar emas. Dalam sistem standar kertas, sumber dari terciptanya uang beredar, yaitu otoritas moneter (Bank Sentral). Otoritas moneter merupakan produsen uang inti atau uang primer. Adapun lembaga keuangan (perbankan) merupakan produsen uang sekunder bagi masyarakat. Keduanya berhubungan sangat erat karena uang sekunder (uang giral) hanya bisa tumbuh karena ada uang primer. Uang sekunder diciptakan oleh bank berdasarkan atas uang primer yang dipegang bank (cadangan bank).
Ada beberapa instrumen yang biasanya dapat digunakan bank central untuk mengatur jumlah uang beredar, yaitu: (a) Cadangan minimun (reserve requirement), yang dimaksud dengan cadangan minimun adalah cadangan minimun yang dimiliki bank umum, jika bank sentral menginginkan jumlah uang beredar berkurang maka bank sentral dapat membuat kebijakan menambah besaran reserve requirement yang dimiliki bank umum, sebaliknya jika bank sentral berkeinginan untuk menambah jumlah uang beredar maka bank sentral dapat membuat kebijakan mengurangi jumlah reserve requirement yang dimiliki bank umum. (b) Discount rate,  jika bank sentral menginginkan jumlah uang beredar ditambah maka bank sentral dapat membuatkebijakan mengurangi tingkat suku bunga Bank Indonesia (SBI), sebaliknya jika ingin mengurangi jumlah uang beredar dapat dilakukan dengan meningkatkan tingkat suku bunga Bank Indonesia (SBI). (c) Moral situation, merupakan kebijakan bersifat sugesti yang dilakukan bank sentral pada bank umum untuk menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga guna menambah atau mengurangi jumlah uang beredar.[16] (d) Operasi pasar terbuka (open market operation), adalah kegiatan dari bank sentral membeli dan menjual surat-surat berharga dan obligasi pemerintah dengan tujuan untuk mempengaruhi penawaran uang melalui perubahan dalam basis moneter (uang berkuasa tinggi).[17]
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Uang
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang adalah sebagai berikut: (1) Tingkat bunga, Semakin tinggi tingkat bunga, semakin sedikit jumlah uang yang beredar. Semakin rendah tingkat bunga, semakin banyak jumlah uang yang beredar. (2) Pendapatan Masyarakat, Semakin tinggi pendapatan masyarakat, semakin banyak uang yang beredar karena semakin sering melakukan transaksi. Begitu juga sebalikanya.(3) Harga barang, Jika harga barang mahal, masyarakat dituntut untuk memiliki jumlah uang lebih banyak sehingga akan menyebabkan jumlah uang beredar semakin banyak. Akan tetapi sebaliknya, jika harga barang murah jumlah uang beredar akan berkurang,karena masyarakat akan menyimpan kelebihan uangnya di bank. (4) Jumlah penduduk, semakin banyak (padat) jumlah penduduk, semakin banyak dan semakin cepat uang beredar. (5) Geografis, keadaan geografis di perkotaan lebih cepat dan lebih banyak jumlah uang yang beredar dibanding di pedesaan.(6) Struktur perekonomian, negara agraris berbeda dengan negara industri, negara industri peredaran uang lebih cepat dan lebih banyak. (7) Teknologi dan Ilmu pengetahuan, Penguasaan IPTEK penduduk. Iptek negara yang lebih maju lebih banyak dan lebih cepat uang beredar dibandingkan dengan negara yang menerapkan teknologi yang sederhana.[18]
Permintaan Uang dalam Islam
Permintaan akan uang dalam suatu sistem perekonomian yang islami akan dipengaruhi oleh motif seorang muslim dalam memegang uang. Menurut Metwally ada dua motif utama seorang muslim dalam memegang uang, yaitu: (1) Motivasi transaksi, (2) Motivasi berjaga-jaga. Dengan 2 motif ini jelas, bahwa permintaan uang untuk tujuan spekulasi sebagaimana yang dikemukakan Keynes, tidak akan ada dalam suatu sistem perekonomian yang islami. Permintaan uang dalam ekonomi islam menurut Metwally juga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Besarnya persediaan uang tunai akan berhubungan dengan tingkat pendapatan, dan prekuensi pengeluaran.[19]
Mazhab Iqtishadunam, permintaan uang hanya ditujukan untuk dua tujuan pokok, yaitu transaksi dan berjaga-jaga atau untuk investasi. Secara matematik formula permintaan uang dapat dituliskan sebagai berikut:
Md = Mdtrans + Md prec
 


Permintaan uang untuk transaksi merupakan fungsi dari tingkat pendapatan yang dimiliki oleh seseorang. Dimana semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka permintaan uang untuk memfasilitasi transaksi barang dan jasa juga akan meningkat. Fungsi permintaan uang untuk motif  berjaga-jaga (meliputi juga permintaan uang untuk investasi dan tabungan) ditentukan oleh besar kecilnya harga barang tangguh untuk pembelian barang tidak tunai. Pada masa Rasulullah, permintaan uang hanya ada dua yaitu untuk transaksi dan berjaga-jaga. Md = Mdtr + Mdpr apabila Mdpr       maka Mdtr    .[20]
Mazhab Mainstrem, landasan filosofis dari teori dasar permintaan uang ini adalah islam mengarahkan sumber-sumber daya untuk dialokasikan secara maksimum dan efisien. Pelarangan hoarding money  atau penimbunan kekayaan merupakan “kejahatan” penggunaan uang yang harus diperangi. Pengenaan pajak terhadap aset produktif yang menganggur merupakan strategi utama yang digunakan oleh mazhab ini. Dues of idle cash atau pajak atas aset produktif yang menganggur bertujuan untuk mengalokasikan setiap sumber dana yang ada pada kegiatan usaha produktif. Pengenaan kebijakan ini akan berdampak pada pola permintaan  uang untuk motif berjaga-jaga. Semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap aset produktif yang anggurkan maka permintaan terhadap aset ini akan berkurang. Secara sederhana dapat dianalogikan sebagai berikut, Ahmad yang memiliki kekayaan berupa tanah dan kemudian tanah tersebut hanya dianggurkan saja sehingga tidak ada nilai tambah kekayaannya, maka kebijakan yang dikenakan terhadap Ahmad agar tanah tersebut memiliki nilai tambah adalah mendorong Ahmad mendorong Ahmad untuk bersedia mengelola kekayaannya pada kegitan yang produktif. Instrumen yang digunakan adalah pajak terhadap pengangguran tanah tersebut. Sehingga Ahmad akan terkena risiko pembayaran pajak apabila tanah miliknya tetap dianggurkan.[21]
Md           = Mdtrans +Md prec
Mdtrans        = f(Y)
Mdprec&inv= f(Y,µ)

Secara matematis, permintaan uang untuk mashab ini dapat dirumuskan sebagai berikut:



Tingkat dues if idle fund diwakili oleh nilai µ, semakin tinggi nilai µ, maka semakin kecil permintaan uang untuk motif berjaga-jaga karena pada tingkat µ yang tinggi biaya risiko yang harus dikeluarkan untuk membayar pajak terhadap uang kas tersebut menjadi naik.dalam kondisi seperti ini seseorang akan berusaha memperkecil pajak yang dia bayarkan kepada pemerintah dengan cara mengurangi kekayaan yang idle. Begitu juga sebaliknya apabila nilai µ relatif rendah, maka memegang atau menyimpan uang kas relatif tidak memiliki risiko yang tinggi.
Mazhab Alternatif, permintaan uang dalam mazhab ketiga ini, sangat erat kaitannya dengan konsep endogenous uang dalam islam. Teori endogenous dalam islam secara sederhana dapat diartkian bahwa keberadaan uang pada hakikatnya adalah repsentasi dari volume transaksi yang ada dalam sektor riil. Teori inilah yang kemudian menjembatani dan tidak mendikotomikan antara pertumbuhan uang di sektor moneter dan pertumbuhan nilai tambah uang di sektor riil. Islam menganggap bahwa perubahan nilai tambah ekonomi tidak dapat didasarkan semata-mata pada perubahan waktu. Nilai tambah uang terjadi jika dan hanya jika ada pemanfaatan secara ekonomis selama uang tersebut dipergunakan. Sehinnga tidak selalu nilai uang harus bertambah walau waktu terus bertambah, akan tetapi niali tambahnya akan tergantung dari hasil yang diusahakan dengan uang itu. Secara makroekonomi, nilai tambah uang dan jumlahnya hanyalah repsentasi dari perubahan dan pertambahan di sektor riil. Konsep inilah yang kemudian menjadikan landasan sistem moneter islam selalu berpijak pada sektor mikroekonomi.[22]
Penawaran Uang dalam Islam
Ms
Ms
Pt/P0
0
Mazhab Iqtishaduna, pandangan utama dari mazhab ini adalah  jumlah uang yang beredar bersifat elastis sempurna, di mana pemerintah sebagai pemegang otoritas moneter tidak mampu untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Penawaran uang (Ms) ditentukan oleh perdagangan ekspor impor barang. Banyak sedikitnya Ms yang beredar tidak akan berdampak dan berpengaruh terhadap rasio harga tangguh terhadap harga tunai (Pt/P0), karena dengan perdagangan yang bebas dan tidak adanya bea cukai dari perdagangan tersebut menyebabkan pengontrolan keluar masuk uang akan selalu diseimbangkan nilainya dengan nilai ekonomi barang yang diperdagangkan. Elastis sempurna Ms ini juga didukung oleh kesamaan dari nilai uang dengan nilai intrinsiknya serta tidak adanya suatu institusi tertentu yang melakukan pencetakan uang dan mengontrolnya.[23]








Mazhab Mainstream, menurut mazhab ini penawaran uang dalam Islam sepenuhnya dikontrol oleh negara sebagai pemegang monopoli dari penerbitan uang yang sah (legal tender). Keberadaan bank sentral adalah untuk menerbitkan mata uang dan menjaga nilai tukarnya agar dapat berada pada tingkat harga yang stabil. Oleh karena itu, penawaran uang diasumsikan secara penuh dipengaruhi oleh kebijakan bank sentral.[24]
Mazhab Alternatif, menurut mazhab ini jumlah uang beredar lebih ditentukan oleh actual spending demand dalam kebutuhannya untuk transaksi di pasar barang dan jasa (uang merupakan variabel yang endogen). Asumsi yang digunakan dalam konsep ini yaitu: (1) telah terjadinya globalisasi perekonomian menyebabkan bank sentral tidak lagi mampu melakukan pengontrolan secara penuh terhadap jumlah uang beredar. (2) perekonomian mengarah ke tahap islamisasi sistem keungannya, sistem ummah yang sudah mulai diberlakuakan dalam sistem perekonomian yang diantut. Sistem ummah yang dimaksud adalah tidak adanya suku bunga dan penggunaan expected rate of profit dalam sistem pembiayaan serta mengarahkan kepada maksimalisasi sumber dana kepada usaha-usaha yang bersifat produktif.[25]

Money Multypler dan Kebijakan Pemerintah
Proses pelipatan uang atau money multiplier merupakan proses pasar ( penyesuaian antara permintaaan dan penawaran uang ). Proses pelipatan itu dimungkinakan karena adanya lembaga yang disebut bank, yang tidak harus menjamin secara penuh uang giral yang diciptakannya dengan uang tunai. Seandainya cash ratio yang dipegang bank adalah 100%, maka proses pelipatan uang tidak akan terjadi, meskipun proses “penyesuaian fortofolio” tetap bisa terjadi.  Uang giral (bank berupa demand deposits maupun saving deposits) tidak harus dijamin secara penuh dalam bentuk uang tunai pada bank.  Untuk uang giral, katakan, sebesar Rp. 100,- bank hanya perlu menyimpan uang tunai (cadangan bank), katakan, sebesar Rp. 15,- (tergantung cash ratio yang berlaku). Ini berarti bahwa dengan memegang uang inti sebesar Rp. 15,- bank bisa menciptakan uang giral sebesar Rp. 100,-. Jadi secara netto bank” menciptakan” uang Rp. 85,- (=Rp. 100,- - Rp. 15,-) dalam bentuk uang giral. Inilah sebabnya mengapa Rp.1,- tambahan uang inti bisa menciptakan tambahan uang yang beredar yang lebih besar daripada Rp.1,-. Berapa yang berakhirnya diciptakan bank dalam kenyataan, sebenarnya tidak hanya tergantung pada kemauan bank semata-mata, tetapi, seperti yang telah kita lihat di atas, tergantung pula pada hasil interaksi para pelaku pasar.[26]
Proses pelipatan uang dapat diringkas dalam dalil aljabar sebagai berikut. Uang inti (B) sebagian dipegang oleh masyarakat sebagai uang kartal (C) dan sisanya oleh bank sebagai cadangan bank (R). B= C + R       (1)
Atas dasar cadangan bank (R) yang ada pada bank tersebut, bank menciptakan uang giral berupa saldo-saldo rekening korang (giro) yang dimiliki oleh masyarakat umum yang disimpan pada bank. Seluruh saldo ini kita sebut DD.  Jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) adalah seluruh uang kartal (uang inti yang dipegang masyarakat) plus seluruh saldo rekening koran (giro) pada bank (uang giral). M1= C + DD         (2)
Apabilah persamaan (2) kita bagi bagi dengan persamaan (1), dan kita defenisikan c = C/M1 dan r = R/DD, dan selanjutnya kita pindahkan B ke sebelah kanan persamaaan, kita peroleh: M1 =                  (3)
Persamaan (3) ini menunjukkan bagaimana uang inti “dilipatkan” menjadi uang beredar  (M1). Sedangkan     adalah koefisien  pelipat uang atau money multiplier. Nilai koefisien ini biasanya lebih besar dari 1, karena bank c maupun r adalah lebih kecil dari 1.[27]
Nilai koefisien pelipat uang tergantung pada nilai dari c dan r, semakin kecil nilai dari kedua ratio tersebut semakin besar nilai koefisien pelipat uang. Nilai c yang renda berarti masyarakat lebih suka menyimpan uang tunainya di bank dari pada dibawah bantal  (bank mindedness yang tinggi). Ini berarti bank mempunyai lebih banyak uang inti untuk “dilipatkan”. Selanjutnya nilai r yang rendah berarti lebih banyak uang giral yang bisa diciptakan dari setiap rupiah uang inti yang dipegang bank. Yang perlu dicatat disini adalah bahwa c dan r mencerminkan perilaku masyarakat dan bank.  Berapa bagian dari seluruh uang beredar yang dipegang oleh masyarakat dalam bentuk uang tunai merupakan pencerminan kehendak atau perilaku masyarakat. Demikian pula berapa besar bank menyimpan uang tunai untuk “menjamin” saldo-saldo rekening koran/giro milik nasabah merupakan pencerminan perilaku bank. Keduanya merupakan keputusan ekonomi, yaitu keputusan yang ditentukan atas dasar perhitungan untung-rugi[28]
Implikasi Kebijaksanaan
Langkah-langkah (kebijaksanaan) yang digunakan untuk mempengaruhi koefisien pelipat uang.
Menurunkan c, langkah-langkahnya yaitu: (a) menawarkan bungan yang menarik bagi rekening giro, deposito berjangka dan tabungan. (b) membuka cabang-cabang baru atau memperluas kegiatan perbankan dipedesaan. (c) memperluas penggunaan credit cards. (d) mempercepat urbanisasi.[29]
Menurungkan r1 dan r2,  langkah-langkahnya yaitu: (a) menurunkan reserve requirement untuk rekening giro. (b) mempermudah pinjaman dari bank sentral kepada bank-bank memerlukan dana untuk kebutuhan darurat. (c) mengembangkan pasar uang antar bank, sehingga bank yang kekeurangan dana bisa mudah memperoleh dana dari bank yang kelebihan dana. [30]
Meningkatkan t, langkah-langkahnya yaitu: (a) menawarkan bunga yang menarik bagi deposito berjangka dan simpanan tabungan. (b) memberikan kemudahan-kemudahan perpajakan bagi para  pemegang deposito berjangka/tabungan. (c) mempromosikan deposito berjangka dan tabungan di daera pedesaan, sehingga menarik orang-orang yang biasanya menyimpan kekayaannya dalam bentuk ternak, tanah, emas dan sebagainya. (d) mengendalikan inflasi serendah munkin, sehingga opportunity cost bagi pemegang deposito berjangka dan tabungan adalah minimal. [31]


EPILOG

Permintaan akan uang dalam suatu sistem perekonomian yang islami hanya dipengaruhi oleh dua motif saja, yaitu motivasi untuk transaksi, dan Motivasi berjaga-jaga. Sehingga motif spekulasi yang dikemukakan oleh Keynes tidak akan ada atau bernilai nol dalam ekonomi islam. Karena spekulasi dapat mengakibatkan terjadinya inflasi dan pengangguran.
Penawaran uang dalam Islam sepenuhnya dikontrol oleh negara sebagai monopoli dari penerbitan uang yang sah. Keberadaan bank sentral adalah untuk menerbitkan mata uang dan menjaga nilai tukarnya agar dapat berada pada tingkat harga yang stabil.
Melihat hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa motif permintaan dan penawaran uang dalam ekonomi islam yaitu untuk menggerakkan roda perekonomian dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor riil.


















REFERENSI

Academia, “Teori Penawaran Uang” Dokumen, Dikutip dari https://www.academia.ed, Diakses Tanggal 08 April 2015

Boediono, Ekonomi Moneter, Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, 2014

Huda, Nurul DKK, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, Jakarta: Kencana, 2009

Karim, Adiwarman A., Ekonomi Makro Islami, Jakarta: Rajawali Pers, 2013

Nopirin, Ekonomi Moneter, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2013

Rianto, M. Nur Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011

Sirait, Risma Flora Iriani, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang di Sumatra Utara”, Skripisi , Universitas Sumatra Utara, 2006,

Sukirno, Sadono, Makroekonomi Modern Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru, Ed.1 Jakarta : RajaGrapindo Persada, 2000

                        ,Makroekonomi Teori pengantar, Jakarta: RajaGrapindo Persada, 2012



[1] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 180-181
[2] Nurul Huda DKK, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 81-82
[3] Ibid., h. 82-83
[4] Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori pengantar, (Jakarta: RajaGrapindo Persada, 2012), h. 300
[5] Adiwarman A. Karim, Ekonomi...., h. 182-183
[6] Sadono Sukirno, Makroekonomi...., h. 302
[7] Adiwarman A. Karim, Ekonomi....., h. 183
[8] Sadono Sukirno, Makroekonomi ......, h. 302
[9] Nuru Huda, DKK, Ekonomi...., h. 86
[10]M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, (Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011), h. 125
[11] Nopirin, Ekonomi Moneter, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2013) h. 149-150
[12] Risma Flora Iriani Sirait, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang di Sumatra Utara”, Skripisi , Universitas Sumatra Utara, 2006, h. 11-12
[13] Ibid., h. 14
[14] Nuru Huda DKK, Ekonomi...., h. 89
[15] Ibid.
[16]Ibid., h. 89-90
[17]Sadono Sukirno, Makroekonomi Modern Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru, (Jakarta : RajaGrapindo Persada, 2000), h. 437
[18]Academia, “Teori Penawaran Uang” Dokumen, Dikutip dari https://www.Academia.edu, Diakses Tanggal 08 April 2015
[19] Nuru Huda DKK, Ekonomi....,h. 147
[20] Adiwarman A. Karim, Ekonomi....., h. 187
[21] Ibid,  h. 189
[22] Ibid., h. 191
[23]Ibid, h. 198-199
[24] Ibid, h. 201
[25]Ibid, h. 2014
[26] Boediono, Ekonomi Moneter, (Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, 2014), h. 125
[27] Ibid, h. 126
[28] Ibid, h. 127
[29] Ibid,. h. 130
[30] Ibid., h. 131
[31] Ibid,

Komentar

Postingan Populer